Setiap apotek tentunya menjual berbagai obat mulai obat ringan, obat keras sampai dengan obat herbal. Di antara obat-obat yang dijual ada obat-obat tertentu yang hanya bisa dibeli jika membawa resep dokter, biasanya obat ini masuk dalam golongan obat keras.
Namun ada pula beberapa jenis obat keras yang bisa dibeli tanpa resep dokter, obat ini disebut dengan obat wajib apotek (OWA). Walaupun bisa dibeli tanpa resep dokter, penjualan OWA ini tetap harus mengikuti aturan yang sudah ditentukan. Yaitu apoteker harus melibatkan konsumen dalam pemilihan OWA dan juga harus memberikan informasi yang lengkap seputar obat yang akan dibeli terkait dosis, indikasi dan efek samping yang mungkin muncul.
Kriteria Penjualan Obat Wajib Apotek
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwasanya dalam penjualan OWA, Apoteker harus mematuhi aturan yang tersedia termasuk memenuhi beberapa kriteria penjualan sebagai berikut:
- Bahwa obat yang dijual tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan lansia di atas 65 tahun.
- Memastikan bahwa pengobatan mandiri yang dilakukan dengan obat tersebut tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.
- Dalam penggunaan obat tersebut tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang membutuhkan bantuan tenaga kesehatan.
- Penggunaan obat tersebut diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
- Obat yang yang dibeli memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh konsumen itu sendiri.
Sebelum memutuskan ntuk menjualnya sebaiknya tanyakan kondisi khusus pasien yang mungkin tidak diungkapkan saat membeli obat seperti ibu hamil atau sedang menyusui.
Obat-obat yang masuk dalam kategori OWA ini memang pada umumnya banyak dicari oleh konsumen dan masuk dalam obat-obatan laris. Dalam melengkapi stok obat di apotek tentunya pengelola harus jeli dalam pemesanan dan pengadaan obat di apotek. Agar lebih mudah, biasanya pengelola akan membuat kartu pengadaan obat.
Perencanaan Pengadaan Obat di Apotek
Sebenarnya untuk memudahkan ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam pengadaan obat di apotek, yaitu:
1. Metode Konsumsi
Yag pertama adalah metode konsumsi yang paling sering digunakan yaitu pengadaan obat dengan menggunakan data penjualan selama satu periode. Pengadaan ini dipisahkan berdasarkan obat terlaris dan juga obat yang memiliki perputaran cukup lama
2. Metode Epidemologi
Yang kedua adalah metode epidemologi, yaitu perencanaan penggunaan obat berdasarkan pada pola penyebaran suatu penyakit dan pengobatannya di masyarakat. Cara ini banyak digunakan selama pandemi Covid-19 yang lalu dimana asupan vitamin C dan D mengalami peningkatan permintaan cukup tajam.
3. Metode Kombinasi
Metode yang ketiga adala metode kombinasi yaitu gabungan kedua metode sebelumnya. dalam metode ini perencanaan pengadaan obat dibuat berdasar pola sebaran penyakit dan ketersediaan obat pada periode sebelumnya.
4. Metode Just in Time
Metode yang terakhir adalah metode just in time. Sesuai dengan namanya, perencanaan pengadaan obat ini dimana pada metode ini digunakan untuk obat yang jarang diresepkan, obat yang memiliki harga mahal dan juga obat untuk masa kadaluwarsa pendek.
Dengan demikian maka perencanaan pengadaan obat adalah hal yang sangat penting dan harus dikerjakan dengan teliti, agar tidak terjadi penumpukan obat yang memiliki perputaran lambat. Perencanaan pengerjaan obat ini akan lebih mudah dilakukan dengan bantuan aplikasi apotek Vmedis.
Pasalnya, aplikasi apotek Vmedis dilengkapi dengan berbagai fitur canggih, salah satunya adalah dapat membuat kartu pengadaan obat secara otomatis. Sehingga dapat menghindari terjadinya penumpukan stok obat di apotek Anda.